https://lombok.times.co.id/
Berita

Grebeg Sudiro, Wajah Akulturasi Budaya Jawa-Tionghoa dalam Perayaan Imlek di Kota Solo

Senin, 27 Januari 2025 - 08:58
Grebeg Sudiro, Wajah Akulturasi Budaya Jawa-Tionghoa dalam Perayaan Imlek di Kota Solo Atraksi Barongsai dalam Karnaval Grebeg Sudiro 2025 dalam perayaan Imlek di Pasar Gede, Solo, Minggu, 26/1/2025.(FOTO: Eko Susanto/TIMES Indonesia)

TIMES LOMBOK, SOLO – Di bawah terik matahari yang menyengat, ribuan warga telihat menyemut di area sekitar Pasar Gede Hardjonagoro, Kota Solo untuk menyaksikan Karnaval Budaya Grebeg Sudiro, Minggu, (26/1/2025).

Mereka memenuhi depan area pasar Gede sejak jam 11 siang, walaupun Karnaval Budaya Grebeg Sudiro itu sendiri baru dimulai pukul 14.00 WIB.

Ribuan warga yang menyemut itu bukan hanya datang dari kota Solo melainkan juga ada yang datang dari Jakarta, Bandung, dan warga sekitar Jawa Tengah seperti Karanganyar, Sragen, Magelang, Semarang, serta dari Yogyakarta.

Mereka ada yang hanya berdiri saja menunggu iringan karnaval lewat, namun ada juga yang berjalan jalan santai di area depan Pasar Gede, yang memang menjadi pusat acara Grebeg Sudiro.

Atraksi-Barongsai-dalam-Karnaval-Grebeg-Sudiro-2025bb.jpg

Banyak juga di antara mereka terlihat sedang menikmati kuliner di sepanjang jalan sekitar Pasar Gede; di jembatan Kali Pepe, hingga menuju ke area depan Balaikota Solo.

Karnaval Budaya Grebeg Sudiro adalah rangkaian acara perayaan Imlek Bersama antara warga Kampung Sudiroprajan dan paguyuban pedagang Pasar Gede beserta elemen masyarakat kota Solo.

Grebeg Sudiro merupakan tradisi baru warga Kampung Sudiroprajan yang sudah berlangsung sejak tahun 2007. Pergelaran karnaval Budaya Grebeg Sudiro tahun 2025 kali ini merupakan pergelaran yang ke 16. Karena Grebeg Sudiro sempat terhenti dua kali pada saat pandemi.

Lilik Kristianto, salah satu pendiri atau inisiator Grebeg Sudiro kepada TIMES Indonesia saat ditemui di kantor Kelurahan Sudiroprajan, Minggu (26/1/2025) pagi, menuturkan bahwa Grebeg Sudiro pada mulanya hanya kirab tradisi kampung biasa. Namun kirab itu representasi akulturasi budaya kita, warga di kampung Sudiroprajan.

Kampung Sudiroprajan sejak dulu memang dikenal sebagai kampung pecinan yang harmonis karena warganya adaptif dan berbaur dengan etnis Jawa.

Pembauran itu makin harmonis karena telah terjadi percampuran budaya yang unik seperti perkawinan campur antaretnis; kuliner, tradisi, arsitektur, perdagangan, serta bahasa yang digunakan sehari hari.

Tak ayal, Grebeg Sudiro pun menjadi bentuk perwujudan nyata bahwa perbedaan etnis bukan menjadikan mereka tersisih karena minoritas dan berbeda, melainkan malah membentuk wajah indah akulturasi budaya Jawa dan etnis Tionghoa di kota solo. Dan itu telah berlangsung sudah sejak mula mereka berada di Kampung Sudiroprajan.

Makanya Karnaval Budaya Grebeg Sudiro dalam perayaan Imlek tahun ini mengusung tema “Harmony In Diversity.” Karena tema ini mengacu pada sejarah keberagaman yang terjadi di kampung Sudiroprajan.

“Kirabnya itu utamanya ada ikonnya, gunungan kue keranjang. Kita memang mengadopsi gunungan keraton, lanjut Lilik. Cuma karena ini pembauran, akulturasi budaya Tionghoa, maka gunungannya pake kue keranjang,” lanjut Lilik.

Atraksi-Barongsai-dalam-Karnaval-Grebeg-Sudiro-2025-xx.jpg

Menurut Lilik Kristianto, Grebeg Sudiro pada Desember 2007 diinisiasi oleh 5 unsur perwakilan, yaitu Lilik Kristianto; Sri Harjo dari Kampung Sudiroprajan ; Ketua Pokdarwis Sudiroprajan Sarjono, perwakilan Paguyuban Pedagang Pasar Gede Wiharto, serta perwakilan Kelenteng Tien Kiok Sie; Henry Susanto.

Kemudian ada juga dari pemerintahan kota Surakarta dalam hal ini diwakili oleh kelurahan Sudiroprajan. “Jadi itu memang pendirinya dari unsur unsur Kampung Sudiroprajan sendiri,” ujar Lilik Kristianto.

Harmony In Diversity

Pembauran dan akulturasi budaya memang nyata terlihat pada Karnaval Budaya Grebeg Sudiro 2025 kali ini yang penuh warna warni elemen kebudayaan. Dalam iring-iringan karnaval; jodang atau gunungan khas budaya Jawa berjalan beriringan dengan indah bersama jodang atau gunungan dari kue keranjang.

Kue keranjang adalah penganan khas budaya Tionghoa pada perayaan imlek. Selain itu ada juga gunungan bakpia balong, yang merupakan penganan akulturasi budaya Jawa dan Tionghoa di Kampung Sudiroprajan.

Harmonisasi dalam Grebeg Sudiro juga terlihat pada kostum yang dikenakan oleh peserta karnaval. Warna warnik ostum penari Gedruk dan Buto yang dominan dengan warna keemasan dan rambut kribo berwarna senada, berbaur dengan barongsai berwarna hijau, merah, serta liong berwarna biru menyala.

Juga ada padu padan dengan gaun ceongsam yang dikenakan perempuan perempuan Tionghoa yang melangkah anggun dalam kemeriahan karnaval. Hal ini semakin menambah nilai kemeriahan dan kedamaian dalam suasana perayaan yang sarat keberagaman.

Lebih lanjut Lilik Kristianto mengatakan, Karnaval Budaya Grebeg Sudiro 2025 diikuti oleh 56 kelompok kesenian dari dalam dan luar Solo dengan jumlah peserta 2500 hingga 3000an orang.

Ada juga kelompok seni yang atraktif dari Magelang dan Boyolali yang turut serta meramaikan acara. Tema Grebeg Sudiro kali ini Harmony In Diversity. Harmoni dalam keberagaman.

Menurutnya, Grebeg Sudiro diadakan pada waktu itu untuk menjaga persatuan, menjaga kebhinekaan, menjaga keharmonisan di dalam masyarakat Kampung Sudiroprajan.

"Karena kebetulan kampung kita itu ‘kan kampung pembauran antara Tionghoa dan jawa sejak zaman Keraton. Jadi itulah yang kemudian kita munculkan sebagai bentuk akulturasi budaya. Grebeg itu akulturasi budaya,” tegas Lilik.

Sedangkan rute Karnaval masih sama dengan tahun lalu, mengelilingi Kampung Sudiroprajan yakni start dari area Pasar Gede menuju Jalan Jenderal Sudirman, lalu belok ke kiri menuju Jalan Kapten Mulyadi, Jalan Ir Juanda, Jalan Jenderal Urip Sumohardjo dan kembali lagi ke area Pasar Gede Hardjonagoro.

“Rangkaian acara perayaan Imlek 2025 diawali dengan Umbul Mantram,” ujar Lilik.

Umbul Mantram itu murni tradisi jawa yang kita angkat, lanjut Lilik. Agar kita tidak terlalu terkesan terlalu Tionghoa. Umbul Mantram adalah prosesi doa dan wujud rasa syukur warga sebelum memulai rangkaian acara Grebeg Sudiro dan acara lainnya dalam perayaan Imlek.

Umbul Mantram, masih kata Lilik, sudah dimulai hari Kamis malam Jumat, 16/1/2025, dengan rangkaian prosesi pada pagi hari dilaksanakan jamasan tombak, dan malamnya dikirab bersama jodang Gunungan Lanang dan jodang Gunungan Wadon.

Kirab berhenti sejenak di Buk Teko. Lalu sepasang jodang gunungan hasil bumi tersebut pada akhir acara Umbul Mantram diperebutkan oleh warga.

Bok Teko itu ada kisahnya, kata Lilik. Ceritanya zaman dulu itu tutup tekonya raja jatuh lantas orang orang jawa ‘kan nguri nguri tempat itu. Makanya sampai sekarang tempat terjatuhnya tutup teko raja itu dinamai Bok Teko.

Berebut Kue Keranjang

Jika tahun 2024 panitia Solo Imlek Bersama pada Grebeg Sudiro membagikan 4000 kue keranjang, maka dalam Karnaval Budaya Grebeg Sudiro 2025 kali ini, panitia menyediakan 5000 kue keranjang yang dibagikan kepada warga yang hadir di depan Pasar Gede Hardjonagoro.

Selain itu ada pula gunungan yang tersusun dari penganan khas kampung Sudiroprajan yakni bakpia balong.

Namun yang menarik, dalam Karnaval Grebeg Sudiro tahun ini ialah terdapat satu jodang berupa reflika Sekolah Dasar (SD) Warga yang ditandu oleh beberapa perserta di antara iring-iringan gunungan lain pada pelaksanaan karnaval Grebeg Sudiro.

“Jodang reflika bangunan SD Warga dijadikan ikon karnaval pada tahun ini, alasannya karena bangunan SD tersebut merupakan bangunan cagar budaya yang harus dilestarikan,” ujar Lilik Kristianto.

Karena bangunan SD itu juga bagian dari sejarah karena dibangun oleh komunitas Tionghoa, selain kelenteng. Jadi sekitar tahun 1900an itu kan ada komunitas masyarakat Tionghoa yang mendirikan SD itu di Kota Solo, cerita Lilik.

Puncak kemeriahan acara Grebeg Sudiro adalah usai karnaval berakhir di depan area Pasar Gede. Ribuan warga merangsek ke depan area pasar untuk berebut kue keranjang; saling berdesakan menengadahkan tangan untuk meraih kue keranjang yang disebarkan oleh panitia dari atas panggung.

Suasana riuh itu juga penuh tawa, sambil saling tangkap kue keranjang yang melayang. Seru dan meriah. Ada yang bahkan saling tangkap tangan dengan orang di sebelahnya. Semakin sore, suasananya makin ramai oleh teriakan gembira dan penuh harap dari ribuan orang yang menangkap kue keranjang.

Kue keranjang terus disebarkan ke berbagai sudut area di depan pasar Gede yang juga telah dipenuhi oleh warga yang hadir.

Seorang warga yang tidak mau menyebutkan namanya pada mengatakan, ia rela berebut karena selain ikut berbaur dan bersenang senang juga meyakini bahwa mendapat kue keranjang pada saat Imlek di Pasar Gede merupakan simbol keberuntungan pada tahun shio ular kayu tahun 2025 ini.

Rangkaian Solo Imlek Bersama

Grebeg Sudiro merupakan acara paling meriah dan menjadi acara puncak perayaan Imlek di kota Solo karena melibatkan ribuan orang yang datang. Tidak hanya itu, warga dan wisatawan yang datang menyaksikan kemeriahan Karnaval Budaya Grebeg Sudiro karena merasakan suasana yang berbeda, seperti tak ada sekat.

Mereka berbaur. Berdesakan. Menyatu dalam kerumunan. Inilah wajah akulturasi budaya Jawa dan Tionghoa yang ada di kota solo. Warga yang hadir dari luar kota Solo bisa menyaksikan dan merasakannya sendiri wujud keberagaman dengan penuh kedamaian dan kegembiraan.

Lalu yang menambah kemeriahan perayaan Imlek di kota Solo menjadi lebih indah adalah, terdapat hiasan 5000 buah lampion warna warni yang dipasang di sekitar area Pasar Gede, area jalan depan Balai Kota, dan Kelenteng Tion kok Sie yang bersebelahan dengan Pasar Gede.

Hiasan lampion yang menyala warna warni juga menghiasi area sekitar Kali Pepe. Suasana sore hingga menjelang malam yang penuh cahaya lampion tersebut membuat warga maupun wisatawan yang hadir usai menonton acara Grebeg Sudiro menjadi semakin merasa damai oleh kesahduan cahaya lampion yang menyala.

Selain itu, warga maupun wisatawan yang datang ke Solo tidak perlu kuatir kelaparan karena di sepanjang jalan depan area pasar Gede terdapat puluhan UMKM yang ikut meramaikan kemeriahan perayaan imlek dengan membuka lapak kuliner.

Usai rebutan kue keranjang tuntas sebenarnya perayaan imlek di kota Solo masih akan berlangsung hingga Selasa, 28 Januari 2025 atau pada malam tahun baru Imlek, yakni ada panggung seni dan budaya serta penyalaan kembang api di halaman Balai Kota.

Untuk memberikan nuansa yang berbeda dari perayaan Imlek tahun sebelumnya, panitia Solo Imlek Bersama juga menyajikan berbagai macam lampion reflika di sepanjang jalan Jendral Sudirman dan area Plaza Balai Kota Solo, serta di perempatan Gladak.

Di antaranya terdapat hiasan 12 lampion shio, 17 lampion Dewa Dewi, 1 lampion Buddha Tertawa, 1 lampion huruf Fuk yang menjadi simbol rejeki pada pada perayaan Imlek di Solo, juga terdapat 1 lampion Shio Ular, dan 2 lampion Master Ular.

Grebeg Sudiro dalam perayaan Imlek di kota Solo merupakan wajah akulturasi budaya Jawa dan Tionghoa yang nampak wujudnya di depan mata khalayak.

Terjalinnya hubungan yang erat antaretnis Jawa dan Tionghoa di Kampung Sudiroprajan telah menjadi simbol kerukunan, wujud keharmonisan dalam perbedaan sebagaimana tema yang diusung dalam rangkaian acara ini:

Harmony In Diversity. Harmonis dalam keberagaman. (*)

Pewarta : Eko Susanto
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Lombok just now

Welcome to TIMES Lombok

TIMES Lombok is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.