TIMES LOMBOK, YOGYAKARTA – Entah apa yang menghinggapi hati dan pikiran Petruk? Petruk memiliki keinginan menjadi raja. Pagi-Pagi. Setelah bangun tidur. Tiba-tiba saja. Ada dorongan dari dalam dirinya menguat. Semakin kuat. Mengalir deras. Tak terbendung. “Saya ingin jadi raja. “ ungkap nurani Petruk.
Sebenarnya Petruk sudah berusaha mengendalikan diri. “Sadar..Truk. Kamu bukan siapa-siapa. Hanya punakawan. Hanya kawula alit. Rakyat biasa. Tidak mungkin kamu jadi raja, “kata Petruk bicara pada diri sendiri.
Namun kesadaran diri itu menjadi musnah. Diterpa badai ambisi meledak-ledak. Petruk sudah terobsesi ingin menjadi raja. Dan keinginannya semakin membara. Bercita-cita menjadi raja. Tekat bulat. Semangat menyala. Dirinya akan berusaha melewati semua rintangan. Apapaun resikonya. Apapun hambatannya. Apapun tantangannya. Dia terus berusaha mewujudkan obsesinya menjadi raja. Keyakinan Petruk. Cepat atau lambat. Kalau dirinya. Konsisten. Mimpinya menjadi raja akan terwujud.
Atas mimpinya memiliki mahkota kerajaan. Petruk tidak cerita pada siapa pun. Termasuk pada saudara-saudaranya. Gareng dan Petruk. Apalagi pada Semar. Bungkan seribu bahasa Karena Petruk tahu. Bicara pada bapaknya. Tak akan ada hasil. Dan justru ada penghalang. Saat cerita pada Semar. Bapaknya ini pasti akan menghalangi. Tidak akan diijinkan. Saat mempunyai keinginan menjadi raja. “Hidup tidak usah terlalu jauh untuk mencapai ambisi. Biasa saja. Syukuri. Apa yang sudah kita peroleh sekarang, “ imajinansi Petruk seandainya minta Restu Semar. Bapaknya akan memberi saran seperti ini.
Apalagi cerita pada Gareng dan Bagong. Dijamin akan ada bullying. Petruk sudah bisa membayangkan saudaranya akan mengejek habis-habisan. Mereka berdua akan mengatakan terlalu besar kepala. Tak tahu diri. Bukan keturunan raja. Tidak berdarah biru. Dan tidak ada dukungan dari keluarga kerajaan. Petruk tidak punya lingkaran oligarki. Sehingga saat unsur ini tidak dimiliki oleh Petruk. Keinginan Petruk. Ibarat pungguk merindukan bulan. Tidak akan tercapai.
Makanya atas pertimbangan melepaskan jeratan hambatan yang mengikat disebabkan oleh keluarganya sendiri. Petruk bergerak dalam diam. Tidak melibatkan saudaranya. Bagi Petruk mempunyai visi yang berbeda untuk menjalani kehidupan tak masalah. Kali ini visi Petruk out of the box. Pandangan Petruk. Untuk menjadi pemimpin merupakan hak semua warga. Siapa pun. Punya kesempatan sama. Bisa dinobatkan sebagai pemimpin. Dengan catatan. Warga yang mencalonkan diri sebagai pemimpin memiliki kapabilitas, kredibilitas, memperoleh dukungan tanpa rekayasa, dan memiliki misi suci memakmurkan warga lahir-batin.
Dan Petruk yakin. Kalau dirinya berusaha secara sungguh-sungguh, bisa memenuhi kriteria sebagai pemimpin yang ideal. Tumbuh dari rakyat biasa. Tidak harus punya modal besar untuk minta partisipasi rakyat untuk mendukung keinginanannya menjadi pemimpin. Ini nama melawan money politic. Tidak harus berasal dari keturunan yang orang tua atau keluarganya moncer menjadi pemimpin. Ini namanya melawan politik dinasti. Tidak harus bersumber dari kelompok tertentu. Ini namanya melawan politik identitas.
Cara pandang Petruk menyebabkan sikap tak sama dengan keluarganya. Sehingga dirinya memilih ruang sendiri untuk menata hidup. Sesungguhnya ada obsesi Petruk yang lain. Tersembunyi. Dibalik keinginannya menjadi raja. Ada gerakan moral Petruk yang hendak disampaikan pada Pandawa. Petruk tidak ingin terjadi politik uang di Amarta. Petruk berusaha mencegahnya. Hal yang melatarbelakangi Petruk membersihkkan politik uang karena menjadi faktor penyebab korupsi.
Menurut pemahaman Petruk. Pemimpin yang sudah keluar uang banyak untuk membeli suara rakyat. Dia dapat berperilaku seperti pedagang. Tak ingin rugi. Maka selama memegang kendali kuasa. Dia termotivasi untuk mengembalikan modal. Bukan hanya berhenti sampai di sini. Dia menggunakan kekuasannya untuk memperoleh untung sebanyak-banyaknya. Dia akan menimbun harta melimpah.Tak peduli. Dampaknya akan membuat susah rakyat.
Gerakan moral lain dari Petruk adalah mengurai ikatan kuat politik dinasti. Kegelisahan Petruk. Politik dinasti tidak akan memberi kesempatan rakyat yang mempunyai kapasitas sebagai pemimpin. Karena yang menjadi pemimpin selalu diupayakan dari bagian keluarga. Politik dinasti juga tidak akan memberi kemakmuran secara menyeluruh. Yang akan menikmati buah dari kinerja seorang pemimpin yang menggunakan jalur politik dinasti yaitu keluarganya. Akibarnya rakyat hanya memperoleh bagian yang kecil. Tak cukup untuk membuat mereka sejahtera.
Selanjutnya dapat ditambahkan gerakan moral yang mendorong Petruk menjadi raja adalah meniadakan politik identitas. Petruk mengerti bahwa politik identias akan membenturkan satu kelompok dengan kelompok lain. Dampak dari politik identitas membikin retak persaudaraan sesama warga kerajaan. Bentrok antar kelompok hadir. Gara-gara kompetisi memperoleh kursi sebagai pemimpin. Kelompok yang satu merasa punya kemampuan untuk mensejahterkan rakyat.
Begitu juga kelompok satunya lagi merasa yang paling bisa membahagiakan rakyat. Sehingga mereka saling berebut memperoleh kekuasaan. Tidak ingin Amarta runtuh karena konflik kepentingan antar kelompok. Maka Petruk berusaha mengingatkan Pandawa untuk membuat kebijakan tertentu. Sehingga politik identitas menjadi cair di kerajaan Amarta.
Bertujuan memancing Pandawa memperhatikan gerakan moral tersebut. Petruk melakukan operasi intelejen. Sendirian. Melangkahkan kakinya dengan mantap menuju Amarta (10-Bersambung).
*****
*) Oleh: Dr. Hadi Suyono, S.Psi., M.Si, dosen Fakultas Psikologi UAD.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Gerakan Moral Petruk Jadi Raja
Pewarta | : |
Editor | : Ronny Wicaksono |