TIMES LOMBOK, BOGOR – Alat peraga kampanye (APK) seperti poster, spanduk, serta baliho bergambar wajah dan bertuliskan visi-misi para calon legislator dan partai politik kini nyaris ditemui di semua sudut kota. Bahkan hampir setiap 50 meter selalu ada APK yang terpampang di tepi jalan. Tidak hanya merusak estetika, pemandangan dari atribut yang dipaku di batang pohon, ditempel di tembok-tembok, di tiang listrik, di jembatan penyeberangan, dan berderet di sepanjang sisi jalan bahkan masih banyak dipasang secara serampangan.
Tidak jarang warga sangat terganggu dengan pemandangan itu, bahkan tidak sedikit dari mereka yang sampai terluka akibat pemasangan atribut yang tidak mengacuhkan etika dan regulasi. Terlebih, cuaca buruk yang terjadi akhir-akhir ini, seperti hujan lebat disertai angin kencang berpotensi menyebabkan baliho caleg juga alat peraga kampanye lainnya tersapu angin dan menimpa pengguna jalan.
APK yang tertancap di pohon bahkan dinilai berpotensi lebih membahayakan. Sebab, potensi pohon yang tumbang cukup tinggi. Paku yang melubangi pohon dari pemasangan APK apabila berkarat, maka akan semakin mudah bagi rayap untuk memakan kayu hingga habis. Kerusakan ini memang tidak terlihat dari luar. Namun, bagian dalam batang kayu sudah habis.
Bahaya Polusi Politik Menggunakan Media Konvensional
Terdapat korban yang meninggal akibat tertimpa APK calon anggota legislatif tersebut. Yaitu seorang siswi sekolah yang dikabarkan meninggal karena tertimpa baliho milik seorang caleg di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Peristiwa itu terjadi di Alang-alang Amba, Desa Sidomulyo, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Kebumen. Hal ini terjadi dikarenakan baliho caleg rubuh di saat siswi tersebut melintasi jalan menggunakan motor kendaraanya. Hal ini mungkin karena adanya kelalaian dalam pemasangan APK dari pihak terkait.
Melihat dari tindakan para peserta pemilu, namun seakan-akan para pemegang politik seperti tidak peduli dengan polusi visual yang mereka hasilkan. Mungkin saja pasca Hari Pesta Demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu), peserta pemilu dan pendukungnya banyak yang tidak ingat atau pura-pura lupa pada tanggung jawabnya mencopot dan membersihkan seluruh APK. Hal ini akan menjadi suatu isu besar untuk lingkungan dikarenakan APK dapat berdampak buruk bagi lingkungan. Sebab, sebagian besar bahan yang digunakan untuk baliho dan spanduk tidak ramah lingkungan. APK tersebut hanya akan berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) dan bahannya sulit terurai.
Maka apabila APK konvensional ini masih tetap berlanjut dan menumpuk, dikhawatirkan akan berdampak serius pada lingkungan dan kehidupan masyarakat. Kerugian yang dapat berdampak akan sangat serius. Diantaranya mengakibatkan pencemaran lingkungan, polusi visual, mengganggu kenyamanan, membahayakan masyarakat yang memakai jalan, serta mengurangi kebersihan dan keindahan kota.
Aturan yang tidak Dipatuhi
Aturan-aturan mengenai pemasangan alat peraga kampanye yang berlaku seolah tidak diindahkan oleh para politisi. Tidak semua aparat yang berwenang juga menindak tegas para pelaku pemasangan APK yang melanggar tersebut. Nyatanya, pemasangan APK telah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
Yakni pada Pasal 70 disebutkan bahwa APK dilarang ditempelkan di tempat umum seperti tempat ibadah, rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan, tempat pendidikan, gedung atau fasilitas pemerintah, jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik, serta taman dan pepohonan. Pada Pasal 71 juga menerangkan bahwa spanduk, reklame, dan umbul-umbul tidak boleh dipasang di fasilitas yang mampu mengganggu ketertiban umum. Tempat ini termasuk halaman, pagar, dan juga tembok.
Meski demikian, nampaknya belum ada tindakan atau sanksi tegas dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Mereka dinyatakan kurang responsif menindak pemasangan APK yang tidak menaati aturan. Begitu pula dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) juga masih sangat lemah dalam bertindak. Lempar tanggung jawab antara Pemprov DKI dan Bawaslu juga berlandasan dari masing-masing berusaha mempertahankan citra masing-masing agar tidak dianggap diskriminatif jika mencopot APK di wilayah tertentu. Sebenarnya pencabutan APK itu kewenangan Bawaslu, tetapi sebagian masih diserahkan ke pemerintah daerah. Jadi, Satpol PP DKI bisa menegakkan peraturan daerah dengan mencopot APK yang tidak sesuai asal koordinasi berjalan secara lancar dan tepat sasaran.
New Media sebagai Resolusi
Menilik kembali mengenai dampak, tidak hanya menghasilkan polusi visual. APK yang memenuhi ruang publik saat ini sebagian besar juga memakai bahan plastik yang berbahaya bagi lingkungan. Pola pikir “5 tahun sekali bukan menjadi masalah” merupakan suatu pemikiran niretika dari para peserta pemilu dan pendukungnya. Jika sekarang sudah menabrak aturan dan kelak benar terpilih, pola pikir serupa bisa berlanjut dan tercermin pula dalam kebijakan yang diambil saat menduduki kursi kekuasaan. Mungkin mereka akan mengedepankan ego dan kepentingan pribadinya.
Kegiatan Pemilihan Umum (Pemilu) yang aman serta nyaman untuk masyarakat tentunya menjadi tujuan dan harapan seluruh pihak. Cara untuk mewujudkan hal tersebut tentunya bisa dimulai dari langkah tertib berkampanye. Masing-masing partai politik dan caleg sudah seharusnya memiliki kesadaran untuk dapat patuh terhadap aturan yang berlaku. Padahal sejatinya mencari dukungan lewat kampanye konvensional kini bukanlah satu-satunya cara yang efektif.
Merujuk sejumlah hasil penelitian bahwa media tersebut tidak punya relevansi yang kuat dalam mendongkrak simpati dan dukungan suara. Justru yang terjadi lewat aneka baliho yang cenderung rekayasa itu hanya menguatkan kesan pencitraan dan tebar pesona belaka. Menilik masalah utamanya, iklan politik yang tidak sesuai dapat menjadi sampah-sampah visual yang berakibat merusak keindahan kota dan menghilangkan nilai-nilai seni visual itu sendiri. Hal ini sungguh disayangkan, di era digital seperti sekarang yaitu di mana new media sudah mengambil alih sebagian besar perhatian masyarakat di Indonesia, namun belum diefektifkan penggunaannya.
Bukti dari adanya penggunaan new media yaitu salah satunya media sosial untuk berkampanye dapat dilihat pada peristiwa di negara Filipina. Saat itu para pemegang politik memenangkan pemilihan umum. Negara tersebut berhasil menyampaikan pesan dalam kampanye pemilihan melalui New Media. Maka dari itu, diharapkan para partai politik dan caleg dapat menjadikan hal tersebut sebagai contoh untuk melangkah awal membawa perubahan yang lebih efektif untuk kepentingan rakyat bersama. (*)
***
*) Oleh : Raden Roro Fatimah Azzahra Aulia, Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB University
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Ruang Publik Dibanjiri Polusi Politik
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |