TIMES LOMBOK, LOMBOK TIMUR – Generasi Beta adalah istilah terbaru setelah sebelumnya berbagai istilah muncul untuk menamai generasi di tengah pesatnya perkembangan arus teknologi. Generasi Beta ini merupakan generasi yang lahir setelah generasi Alpha antara tahun 2025 dan diperkirakan hingga tahun 2040 mendatang.
Generasi Beta merupakan generasi pertama yang sepenuhnya lahir di abad 21 dan diprediksi akan tumbuh di dunia yang semakin canggih, dimana mereka akan terhubung otomatis dan didominasi oleh kecerdasan buatan yang dikenal dengan Artificial Intelegence (AI).
Generasi Beta ini merupakan generasi yang tumbuh di era digital dan media sosial yang semakin canggih. Mereka sering disebut sebagai "anak digital" karena sejak lahir sudah terbiasa dengan teknologi seperti smartphone, tablet, dan internet.
Kemampuan adaptasi mereka terhadap teknologi sangat tinggi, tetapi tantangan yang mereka hadapi juga tidak kalah besar. Dalam mendidik generasi ini, nasihat klasik dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib tentang tiga tahapan pendidikan anak memberikan panduan yang relevan dan dapat diterapkan.
Generasi Beta adalah generasi yang langsung mengenal dan bersentuhan dengan teknologi sejak usia dini (digital native). Sebagai digital native, anak-anak generasi beta ini akan sangat kreatif dan visual, di mana mereka terbiasa dengan konten visual dari media sosial dan platform digital.
Menjadikan mereka cenderung lebih cepat dalam belajar. Hal ini dimungkinkan karena mereka memiliki kemampuan belajar mandiri dari berbagai sumber online.
Disamping peluang-peluang itu, generasi Beta ini menghadapi sejumlah tantangan yang cukup mengkhawatirkan. Tantangan-tantangan berupa paparan berlebihan terhadap teknologi yang dapat mengakibatkan mereka terkena resiko adiksi gadget, konten tidak sehat, dan informasi palsu.
Tantangan lainnya adalah kurangnya interaksi sosial langsung yang dapat mengurangi kemampuan mereka dalam menjalin komunikasi tatap muka. Pada gilirannya mereka juga akan dihadapkan dengan tantangan etika dan moralitas, di mana pengaruh buruk dari media yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya.
Berdasarkan ciri, peluang dan tantangan terhadap generasi Beta inilah para orang tua perlu mempersiapkan diri untuk dapat memberikan formulasi yang tepat dalam menanamkan Pendidikan di era digital bagi anak-anak yang terkategori sebagai Gen-Beta.
Tahapan Pendidikan ala Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA sepertinya masih relevan untuk diuraikan dan dijadikan pedoman. Di mana Sayyidina Ali merumuskan tiga tahapan pendidikan anak yaitu menjadikan anak sebagai raja, sebagai tawanan, dan sebagai kawan.
Pendekatan Pendidikan Berdasarkan Tahapan Sayyidina Ali
Anak sebagai Raja (0–7 Tahun): Melindungi dan Membangun Fondasi Kasih Sayang
Pada tahap ini, orang tua memberikan perhatian penuh pada perkembangan emosional dan fisik anak. Orang tua harus mengutamakan interaksi fisik. Jangan sampai orang tua membiarkan teknologi menggantikan pelukan, obrolan hangat, dan permainan bersama.
Selain itu, pada fase ini, orang tua juga harus menanamkan nilai-nilai agama dan budi pekerti mulia. Hal itu dapat dilakukan dengan perantaraan menyampaikan kepada anak cerita-cerita islami untuk menanamkan nilai tauhid dan akhlak mulia sejak dini.
Dalam hal mendidik Generasi Beta terhadap interaksi dengan teknologi, orang tua harus memperhatikan tahapan perkembangan anak, ini berarti orang tua mengajari anak-anak untuk memanfaatkan teknologi secara bijak dengan memperkenalkan media digital edukatif, seperti video islami dan aplikasi pembelajaran yang interaktif.
Anak sebagai Tawanan (8–14 Tahun): Mengajarkan Disiplin dan Tanggung Jawab
Pada tahap ini, orang tua mulai memperkenalkan batasan dan mendidik anak untuk memahami tanggung jawab.
Dalam hal mendidik Generasi Beta orang tua harus mengajarkan Literasi Digital Islami. Orang tua harus mengajarkan anak memilah informasi yang bermanfaat, beretika di media sosial, dan menghindari konten yang tidak sesuai.
Selain itu, orang tua harus melakukan kontrol penggunaan Gadget. Hal ini dapat dilakukan dengan menetapkan waktu layar yang sehat dan pastikan aktivitas anak di dunia maya diawasi tanpa membuat mereka merasa terkekang.
Orang tua juga perlu tetap mendampingi anak untuk bisa aktif dalam kegiatan alternatif diantaranya dengan mendorong anak untuk mengikuti kegiatan non-digital seperti olahraga, seni, dan pengajian.
Anak sebagai Sahabat (15 Tahun ke Atas): Menjadi Pendamping yang Bijaksana
Generasi Beta yang beranjak dewasa membutuhkan pendekatan dialogis dan keterbukaan. Orang tua berperan sebagai teman yang mendukung mereka.
Pengasuhan yang baik pada fase ini dapat dilakukan dengan mengajak anak untuk berdiskusi terbuka. Melibatkan anak dalam diskusi tentang isu digital, seperti privasi online, cyberbullying, dan berita palsu merupakan Langkah antisipatif dalam menghindari pengaruh buruk dunia digital.
Orang tua juga sangat perlu memberikan teladan etika digital dengan menunjukkan perilaku bermedia sosial yang baik, karena anak seringkali meniru apa yang dilakukan oleh orang terdekatnya dalam hal ini kedua orang tuanya. Orang tua juga harus senantiasa memberikan penguatan iman dan penanaman nilai hidup.
Menanamkan pemahaman kepada generasi Beta dengan menjadikan nilai-nilai agama sebagai pedoman dalam menggunakan teknologi, seperti menjaga adab, berbagi kebaikan, dan menghindari konten negatif.
Generasi Beta adalah generasi yang lahir di era digital dengan segala peluang dan tantangannya. Dengan memadukan panduan pendidikan Sayyidina Ali RA tentang tahapan mendidik anak dan prinsip Islam, orang tua dapat membantu mereka tumbuh menjadi individu yang beriman, cerdas, dan bijak dalam memanfaatkan teknologi.
Pendidikan yang berbasis kasih sayang, disiplin, dan dialog akan menjadi kunci dalam membentuk generasi Beta yang siap menghadapi tantangan zaman tanpa kehilangan identitas dan budayanya.
***
*) Oleh: Hurnawijaya el-Khairy, Dosen UIN Mataram, Pengasuh Pondok Pesantren PANDAWA NW Teko-Lombok Timur.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi TIMES Indonesia.
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |