TIMES LOMBOK, YOGYAKARTA – Pemerintah Kota Yogyakarta (Pemkot Yogyakarta) bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) terus memperkuat strategi pengendalian harga kebutuhan pokok untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Melalui High Level Meeting (HLM), terungkap bahwa inflasi Kota Yogyakarta hingga Juni 2025 masih berada dalam kategori aman. Namun, potensi lonjakan harga dari komoditas pangan tetap menjadi perhatian serius.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi Kota Yogyakarta pada Juni 2025 tercatat sebesar 0,28 persen month-to-month (mtm) dan 2,35 persen year-on-year (yoy).
Komoditas utama penyumbang inflasi antara lain adalah angkutan udara, cabai rawit, bawang merah, dan kacang panjang. Produk hasil bumi ini dinilai rentan terhadap fluktuasi harga, yang berpotensi memperbesar tekanan inflasi jika tidak segera diantisipasi.
Wakil Wali Kota Yogyakarta, Wawan Harmawan menekankan pentingnya langkah preventif terhadap gejolak harga, khususnya bahan pangan yang sangat sensitif terhadap perubahan pasokan dan permintaan.
“Banyak produk pertanian yang sensitif dengan kenaikan harga. Ini perlu diantisipasi karena sangat memengaruhi inflasi daerah,” ujar Wawan, Rabu (23/7/2025).
Wawan menambahkan bahwa kota budaya dan pariwisata seperti Yogyakarta memiliki tantangan tersendiri karena kebutuhan pangan tidak hanya berasal dari konsumsi warga lokal, tetapi juga dari wisatawan domestik dan mancanegara yang terus berdatangan.
4K Jadi Jurus Andalan Tekan Inflasi
Wawan menegaskan bahwa keberhasilan pengendalian inflasi membutuhkan sinergi kuat antara pemerintah pusat, daerah, serta Bank Indonesia.
Salah satu strategi nasional yang diadopsi Pemkot Yogyakarta adalah Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), dengan mengacu pada prinsip 4K. Yakni, keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif kepada publik.
“Strategi ini harus diimplementasikan secara menyeluruh agar inflasi tetap dalam kendali dan tidak membebani masyarakat,” tegas Wawan.
Food Station dan Warung Mrantasi Jadi Senjata Baru
Dalam upaya konkret, Pemkot Yogyakarta tak tinggal diam. Putut Purwandono, Pelaksana Tugas Kepala Bagian Perekonomian dan Kerja Sama Pemkot Yogyakarta, menyampaikan bahwa pihaknya terus melakukan monitoring harga dan pasokan bahan pokok secara rutin.
Berbagai langkah inovatif terus digulirkan, mulai dari operasi pasar, pasar murah, hingga kerja sama antar daerah untuk menjamin ketersediaan pasokan pangan.
Yang terbaru, Pemkot melalui BUMD Jogjatama Vishesha telah mengembangkan program Food Station, sebagai pusat distribusi bahan pangan yang memperkuat ketahanan pangan lokal.
“Yogyakarta bukan daerah produsen pangan. Maka, kami mengembangkan pendekatan kreatif dan kolaboratif. Contohnya, inovasi Warung Mrantasi dan Kios Segoro Amarto yang terbukti efektif mengendalikan harga di lapangan,” jelas Putut.
Langkah kolaboratif juga dilakukan melalui sinergi antar pemerintah daerah penghasil pangan. Dengan begitu, pasokan ke Kota Yogyakarta bisa tetap lancar dan stabil. Upaya ini sangat penting mengingat Yogyakarta bergantung pada daerah lain untuk kebutuhan bahan pangan.
Tak hanya itu, keterlibatan masyarakat dan pelaku usaha juga terus didorong agar terlibat aktif dalam pengawasan dan edukasi soal harga pangan.
Dengan ancaman inflasi yang sewaktu-waktu bisa melonjak akibat faktor cuaca, distribusi, hingga konsumsi wisatawan, Pemkot Yogyakarta terus menggiatkan strategi jitu berbasis inovasi, kolaborasi, dan respons cepat.
Dari data statistik hingga aksi nyata seperti pasar murah dan program Food Station, Yogyakarta menunjukkan keseriusannya dalam menjaga keseimbangan ekonomi rakyat.
Jika langkah ini terus dijaga dan diperkuat, bukan tidak mungkin Yogyakarta menjadi contoh nasional dalam pengendalian inflasi yang adaptif dan berbasis kearifan lokal. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Waspada Inflasi Pangan, Pemkot Yogyakarta Gencarkan Inovasi Lawan Kenaikan Harga
Pewarta | : A Riyadi |
Editor | : Ronny Wicaksono |