TIMES LOMBOK, MATARAM – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram menggelar diskusi NgAJI Jurnalistik dengan tema "Senjakala Media Massa dan Tantangan Sertifikasi Jurnalis" pada Sabtu (18/10/2025), di WW Space, Pagesangan.
Diskusi ini menghadirkan Yogi Hadi Ismanto, Anggota Dewan Pers yang juga Ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi, sebagai narasumber utama.
Dipandu Hery Mahardika, jurnalis Times Indonesia sekaligus anggota MEPO AJI Mataram, diskusi ini mengalir dinamis dan penuh insight.
Acara berlangsung hybrid dimulai pukul 11.00 hingga 13.00 WITA. Diskusi menyoroti isu krusial yang tengah dihadapi industri media nasional, yaitu “Senjakala Media Massa dan Tantangan Sertifikasi Jurnalis”. Tema ini sangat relevan dengan kondisi terkini di mana disrupsi teknologi dan dominasi platform digital telah mengubah lanskap media secara signifikan.
Yogi Hadi Ismanto menegaskan pentingnya keberadaan pers sebagai pilar demokrasi.
"Pers akan tetap hidup, bagaimanapun tantangan dan kondisi zaman. Ketika pers tidak ada, maka akan terjadi chaos. Bisa dilihat saat terjadi demo akhir Agustus 2025 di Jakarta," ujarnya.
Peran media dan jurnalis justru sangat besar dalam rangka rekonsiliasi dan memberikan edukasi kepada publik pasca terjadi aksi tersebut.
Yogi meyakini bahwa "senjakala" media adalah sebuah proses pemurnian. "Pers tidak akan mati, tapi bentuknya akan berubah dan terus bertransformasi sesuai perkembangan zaman," ujar Yogi.
Ia menyoroti monopoli iklan digital oleh platform global seperti Google dan Meta, serta praktik programmatic advertising yang merugikan media lokal.
“Model bisnis yang selama ini menjadi tulang punggung media, yaitu pendapatan dari iklan dan langganan, semakin tergerus,” katanya.
Selanjutnya, kecerdasan buatan (AI) juga menjadi ancaman serius bagi industri media.
“AI dapat mengambil konten jurnalistik tanpa kompensasi, sehingga perlindungan hak ekonomi berita menjadi sangat penting,” ucapnya.
Menurut Yogi, amandemen UU Hak Cipta mendesak dilakukan untuk mengatasi masalah ini.
Ia memprediksi isu hak cipta akan menjadi perhatian ke depan.
“Dewan Pers mendesak revisi Undang-Undang Hak Cipta untuk melindungi produk jurnalistik,” sebutnya.
Yogi mencontohkan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang membayar royalti lagu, dan berharap produk jurnalistik media juga akan memiliki perlindungan hak cipta seperti itu.
Para peserta NgAJI Jurnalistik seksama mendengarkan pemaparan pemateri. (FOTO: AJI for TIMES Indonesia)
Lebih lanjut, Yogi menekankan bahwa media sosial tidak memiliki akuntabilitas yang jelas sebagai homeless media karena belum terverifikasi dewan pers.
Ia juga menjelaskan bahwa aturan di Dewan Pers bukan dibuat oleh anggota dewan, melainkan hasil kesepakatan bersama konstituen.
"Kode etik jurnalistik itu bersama-sama organisasi pers yang buat. Kami hanya menjalankan," tegasnya.
Yogi menekankan Dewan Pers juga memberikan perhatian pada kasus kekerasan terhadap jurnalis.
"Ancaman fisik misalnya, perlindungan baru diberikan setelah terjadi kekerasan. Kedepan mitigasi keamanan jurnalis perlu diperkuat," kata Yogi.
Ia mengingatkan jurnalis untuk tetap idealis, namun juga memperhatikan keamanan diri dan keluarga.
“Saat ini, Dewan Pers sedang memantau kasus kekerasan yang terjadi di Lombok Tengah. Ia menilai sejauh ini prosesnya masih on the track,” ujarnya.
Untuk menjaga idealisme dan keberlanjutan media kedepan, Dewan Pers mengusulkan pembentukan dana abadi yang akan dikelola secara independen.
"Dana abadi ini akan dikelola oleh lembaga independen, agar bisa terjaga idealismenya. Ada fungsi kontrol dan ada fungsi ekonominya," kata Yogi.
Ia menjelaskan, pada awalnya yang mengusulkan dana abadi ini AJI bersama PR2Media dari hasil riset yang sudah dilakukan.
“Kami dari Dewan Pers akan bersama-sama mengajak konstituen mengusulkan ke Presiden untuk dana abadi,” jelas Yogi.
Ia menegaskan, bahwa semangat Dewan Pers dan konstituen tinggal menunggu persetujuan dari Presiden.
Diskusi ngAJI jurnalistik kali ini memberikan gambaran jelas tentang tantangan yang dihadapi media saat ini, serta upaya yang dilakukan Dewan Pers untuk menjaga keberlangsungan dan kualitas jurnalisme di Indonesia termasuk tantangan dalam proses sertifikasi jurnalis.(*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: NgAJI Jurnalistik di Mataram : Dewan Pers Soroti Senjakala Bisnis Media
Pewarta | : Hery Mahardika |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |